Jumat, 08 Januari 2010

Workshop Pengembangan Pasar Seni Malang

Workshop Pengembangan Pasar Seni Malang
Dinas Pariwisata, Informasi dan Komunikasi
Balai Kota Malang, 10 Desember 2008


PENGEMBANGAN PASAR SENI
SEBAGAI ALTERNATIF DESTINASI WISATA BELANJA KOTA MALANG

Dr. Arif B. Wurianto
Peneliti dan Pengkaji Kebudayaan dan Pariwisata
Lembaga Kebudayaan Universitas Muhammadiyah Malang

ABSTRAK

Pendirian Pasar Seni dan pusat kerajinan dan souvenir sebagai destinasi wisata bukanlah hal yang sederhana, karena di dalamnya terdapat hal-hal yang saling berkaitan dan perlu penanganan yang menyeluruh (holistik). Hal yang tampak secara jelas adalah pemilihan dan penetapan lahan dan kawasan yang sudah tentu memiliki keterkaitan persoalan demografis, sosiologis, psikologis, kultural, religi, dan ekonomis. Hal yang kedua adalah akseptabilitas baik dari political will dari kalangan eksekutif maupun legislatif maupun dari masyarakat setempat. Hal yang penting adalah adalah kajian atas aspek ekonomi pasar dan kemasyarakatan.


Pengantar

Sebagaimana telah diketahui bahwa wilayah kota Malang memiliki keterbatasan dalam destinasi wisata, khususnya wisata panorama alam, baik gunung maupun pantai dan laut. Kota Malang hanya memiliki wisata khusus seperti wisata belanja, konvensi, sejarah, ekhibisi, dan city sight seeing. Oleh sebab itulah perlu dikembangkan destinasi wisata minat khusus dan pengembangan pariwisata berbasis industri dan jasa.

Melihat keterbatasan wisata kota ini, maka perlu dipikirkan sebuah konsep pengembangan wisata kota berbasis industri, pendidikan, dan perdagangan. Dengan demikian perlu disinergikan dengan aspek-aspek sosial - ekonomi dan kebudayaan yang lebih luas.
Kota Malang memiliki potensi yang cukup besar dibidang kepariwisataan kota. Sebagai bahan bandingan, khusus-nya dengan pengembangan pariwisata kota di Negara maju seperti Australia, pariwisata kota yang dikembangkan meliputi :
• Bangunan, Tower, Scenic, Jembatan
• Stasiun Kuno. Tram
• Museum dan Art Gallery
• Fair Day, Sunday Market, Book Fair
• Wildlife Park
• Performance Calendar
• Hotel
• Valley
• Sights walking tour
• Wisata Jalan
• Air Safari and Scenic Fligts
• Opal Market
• History and Heritage
• Museum Contemporary of Art
• Diorama Sejarah pada Mall (contoh : Queen Victoria Building)
• Arts in the City
• City explorer/Sightseeing
• Church and services
• The Arts Center
• Hunter Valley
• The National Aboriginal Cultural Institute
• Migration Museum
• Convention Center
• Village (history, heritage, hospitality)
• The Science Center
• Celebration Program
• Farm and House
• Historic Houses Trust
• Cultural Tours to Experience the diversity of our region
• Pub Tour

Berdasarkan hasil bandingan ter-sebut, maka tidaklah sulit untuk me-ngembangkan pariwisata kota se-bagai tujuan wisata kota Malang. Selain itu, potensi Malang sebagai kota Pendidikan dapat dijadikan dasar pengembangan wisata kon-vensi dan wisata ekshibisi yang cukup potensial.

Pasar Seni dan Pusat Kerajinan /Souvenir

Pendirian pusat kerajinan dan souvenir bukanlah hal yang sederhana, karena di dalamnya terdapat hal-hal yang saling berkaitan dan perlu penanganan yang menyeluruh (holistik). Yang tampak secara jelas adalah pemilihan dan penetapan lahan dan kawasan yang sudah tentu memiliki persoalan demografis, sosiologis, psikologis, kultural, religi, dan ekonomis. Yang kedua adalah akseptabilitas baik dari political will dari kalangan eksekutif maupun legislatif maupun dari masyarakat setempat. Hal yang tidak kalah penting adalah aspek eko-nomi pasar dan kemasyarakatan.
Sebagai gambaran umum, pembangunan pusat kerajinan dan souvernir paling tidak harus berkaitan dengan kegiatan usaha pariwisata seperti industrial show, trade show, dan scientific exhibition. Demikian juga keterkaitannya dengan MICE ( Meeting, Incentive, Conference and Exhibition ) dalam kawasan wisata konvensi.
Pemilihan kawasan di Kota Malang yang akan dijadikan pusat kerajinan dan souvernir juga harus mengalami sebuah sigi menyeluruh baik dari perspektif pengembangan kewilayahan, landscape kota yang dikembangkan dan beberapa hal teknis pemetaan wilayah yang bersinergi dengan aspek sosial ekonomi , transportasi, pasar, pemu-kiman, lingkungan alam, dan bu-daya.

Lingkungan Industri Wisata Konvensi, Kerajinan dan Pameran

Beberapa hal yang dapat didaftar sehubungan dengan rencana pe-ngembangan pusat kerajinan dan souvernir sebagai destinasi wisata belanja Kota Malang dalam beberapa hal adalah sebagai berikut :
A. Sinergitas Lokasi Tempat Pusat Kerajinan
1. gedung/pusat kerajinan, kon-vensi, dan ekhibisi
2. balai kota/town halls
3. pekan raya/ trade fairs
4. gedung pameran/exhibition halls
5. balai pertemuan instansi pemerintah/gouvernment function halls.
6. University halls
7. Hotel function halls
8. KADIN
9. Community centers
10. gedung pusat asosiasi
11. city hotels
12. airport, setasiun kereta api, terminal bus
B. Pusat-pusat Usaha Konvensi
1. Biro konvensi
2. Organisasi Penyelenggara Kon-vensi Profesional
3. Usaha Pengelola asosiasi
4. Usaha kawasan wisata
5. wisma perjalanan/ Incentives travel houses
C. Pusat-pusat Usaha Pameran
1. Profesionals Exhibition Organizers
2. Usaha Pameran Dagang
3. Usaha Pameran Ilmiah
4. Usaha Pekan Raya
5. Asosiasi Peserta Pameran Internasional
6. Asosiasi Desainer dan Produser Pameran
D. Usaha Jasa Angkutan
1. Perusahaan Penerbangan Komer-siil
2. Perusahaan Bus Wisata
3. Perusahaan Sewa Mobil
4. Perusahaan kereta api
5. Perusahaan Taksi
E. Organisasi Nasional
F. Usaha Akomodasi dan Makan Minum/Hospitality Industries
G. Usaha Makanan dan Minuman ( Food and Beverages)
H. Usaha Jasa Wisata/ Tours and Travel Companies
I. Perhimpunan dan Organisasi Internasional
J. Pusat Perbelanjaan/Shopping Centers
1. Usaha Aneka Kembang
2. Pusat Kerajinan Renda dan bordir
3. Pusat Kerajinan Emas dan Perak
4. Pusat Seni Rupa dan Lukis
5. Perancang dan Peragaan Busana
6. Pusat Mebel dan Perabot Rumah Tangga
7. Pusat keramik dan porselen
8. Pusat penjual barang serba adsa/department stores
9. Pusat asesori dan perhiasan
10. Pusat cindera mata dan hadiah
11. Pusat layanan kamera dan film
12. Pusat alat-alat Olah raga
13. Audio Visual Supplier Company
14. Galeri Busana Trendy dan Khusus
15. Minyak wangi dan kosmetika
16. Salon Kecantikan
17. Tukang cukur
18. Massage Parlours
K. Pusat Hiburan dan rekreasi
L. Perbankan

Model

Berkaitan dengan upaya-upaya/rencana pendirian sebuah tempat atau kawasan pasar seni, sebagai langkah awal adalah kajian model. Yang dimaksud adalah melihat sebuah pasar seni yang telah memiliki eksistensi sebagai pencitraan sebuah kota wisata. Ambil contoh Pasar Seni Ancol di Jakarta, Pasar Seni Sukawati di Gianyar Bali, Pasar Seni di Yogyakarta. Dari ketiga model tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikur.
Pasar Seni Ancol, merupakan pasar seni yang menyatu dengan kawasan wisata Pantai Ancol. Dengan demikian pasar seni ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan destinasi wisata pantai. Meskipun pada mulanya sebagai tempat yang terintegrasi, tetapi seiring dengan perjalanan waktu telah menjadi icon bahwa kebutuhan konsumen dan interaksi seni di Jakarta dapat ditemukan di pasar seni Ancol. Kondisi seperti ini disebut pasar seni by Industrial Design.

Sementara itu konsep by Cultural Heritage Design dapat ditemukan di Yogyakarta. Peranan Kraton sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan seni, seniman dan kreativitasnya, sehingga pasar seni di Yogyakarta mendapat dukungan identitas Yogyakarta sebagai Kota Budaya dan Seni. Selain itu keberadaan Sekolah Seni sangat menunjang keberadaan ini.

Sedangkan Pasar Seni di hampir semua tujuan wisata di Bali dikembangkan berdasarkan konsep by Socio Cultural Design, sejalan dengan agama dan kebudayaan di Bali yang mengagungkan kehidupan seni sebagai bagian dari kehidupan beragama. Oleh sebab itu kehidupan seni tumbuh subur dan didukung oleh keindahan alam menyebabkan hampir semua pasar seni apakah du Ubud atau di Gianyar,dll. menyatu dengan berbagai destinasi wisata yang ada. Demikian pula kota memiliki sarana penyaluran dari berbagai bakat, keterampilan, dan jiwa para seniman. Pemerintah sudah tentu mendukung sepenuhnya dengan berbagai fasilitas dan promosi.

Sebagai bahan model, kondisi yang disebutkan di atas dapat dijadikan ancangan bagi pengembangan pasar seni di Kota Malang. Berbagai hal yang perlu dipersiapkan adalah sumberdaya, baik sumberdaya pasar, sumberdaya seniman, sumberdaya sarana prasarana, sumberdaya akses yang signifikan dengan berbagai destinasi wisata dan konvensi yang ada.

Penutup

Pembangunan dan pengembangan kawasan wisata dengan destinasi minat khusus belanja dengan pusat kerajinan dan souvernir harus memberikan dampak sosial ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Yang terpenting dapat memberikan dampak positif bagi kota Malang yang berkaitan dengan dampaknya terhadap penerimaan devisa, pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, harga-harga barang , distribusi manfaat/keuntungan, kepemilikan dan kontrol, dampak pembangunan secara keseluruhan, dan pendapatan pemerin-tah.


Daftar Bacaan

Gelgel,I Putu.2006. Industri Pariwisata Indonesia. Bandung: Aditama.

Pitana, I Gede. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : Andi.

Pendit, Nyoman S. 2006. Ilmu Pariwisata. Jakarta: Pradnya-paramita.

Pendit, Nyoman S. 1999. Wisata Konvensi. Jakarta : Gramedia.


----------o00-------------

Rabu, 06 Januari 2010

PENDIDIKAN KARAKTER ( CHARACTER BUILDING)

PENDIDIKAN KARAKTER ( CHARACTER BUILDING)
DALAM MENGHADAPI KANCAH GLOBAL

Dr. Arif Budi Wurianto


Pengantar

Tiga hal kekuatan penting yang perlu digerakkan dalam membangun bangsa adalah sejarah, kebudayaan, dan IPTEKS. Pengalaman Negara-negara maju yang telah memiliki pengalaman sebagai negara bangsa selama ratusan tahun seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris, telah membuktikan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sejalan dengan pengharkatan terhadap kekuatan sejarah dan kebudayaan yang kuat. Dalam versi Negara tersebut, pembangunan masyarakat dengan kesantunan dan penghormatan kepada orang lain tertanamkan sejak dini melalui pembiasaan dan kesepakatan-kesepakatan sosial. Di Amerika Serikat, meskipun pendidikan agama tidak masuk dalam kurikulum, namun hubungan sosial mereka sangat standar. Pendidikan sejarah sebagai mata ajar yang wajib dipelajari dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Hal ini mengindikasikan untuk menghargai sejarah bangsanya. Kebudayaan dibangun untuk membangun masyarakat yang plural dan multikultural sehingga tercipta rasa saling menghargai diantara warga bangsa. Di dunia timur, Jepang merupakan contoh yang bagus. Meskipun Jepang terglong negara maju di bidang teknologi, namun nilai-nilai budaya Jepang, ditekankan sebagai kekuatan bangsa dan merupakan bagian penting dalam pembangunan watak bangsa (character building). Pembangunan watak bangsa ini dirtenamkan sejak masa anak-anak (PAUD) dan lebih ditekankan pada tahun pertama di seolah dasar. Ditekankan melalui pendidikan, bahwa anak-anak adalah bangsa Jepang dengan nilai-nilai dasar yang merupakan ciri khas budaya Jepang. Hal ini penting dikembangkan dalam dunia pendidikan karena sebagai sarana untuk menanamkan dalam jiwa anak-anak tentang nilai-nilai kebangsaan, perilaku budi luhur berdasarkan sistem nilai yang dianut, dan sistem-sistem sosial yang distandarkan untuk berhubungan dengan orang lain.
Bangsa Indonesia, seharusnya patut berbangga, karena memiliki sejarah lokal yang memberikan warisan nlai-nilai, adat istiadat, dan paham-paham kesantunan yang tertuang dalam budaya daerah. Komunitas lokal berkembang melalui ciri-ciri kedaerahan dengan segala warisan kebudayaannya. Selanjutnya ketika bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan mengikrarkan diri sebagai republik dengan semangat negara bangsa (nation state) yang oleh para pendiri bangsa disebut sebagai awal pembentukan negara bangsa dengan membangun karakter bangsa. Belum sampai pembentukan karakter bangsa ini kokoh, masuk gelombang budaya yang besar yang disebut dengan gelombang budaya global yang disebut dengan globalisme. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia, secara nyata masih banyak dijumpai kondisi komunitas masyarakat lokal dalam satu wadah negara bangsa. Belum lagi negara bangsa ini mandiri sudah tertimpa gelombang besar globalisme dengan ciri-ciri kemajuan teknologi, informasi dan kapital modal dan pengetahuan. Persoalan national character building, pada awalnya telah digagas oleh para pendiri bangsa, meskipun pada masa itu masih bersifat kedaerahan, seperti Boedi Oetomo, Muhammadiyah Nahdatul Ulama, dan Taman Siswa. Pada awalnya Ki Hadjar Dewantoro menekankan isu budaya untuk perjuangan melawan penjajah Belanda. Ciri-ciri pendidikan nasional untuk mendidik anak bangsa menjadi bangsa yang berbudi luhur dengan sistem among, sistem wirasa, wirama dan wiraga agar sehat jiwa dan raga. Puncak tekat membangun bangsa ketika dideklarasikan Soempah pemoeda 28 Oktober 1928, dari sekelompok anak muda untuk mempersatukan wilayah Hindia Belanda menjadi negara bangsa yang bernama Indonesia. Titik kulminasinya ketika Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 mulailah terbentuk Republik dengan menciptakan national character building yang bersifat kebangsaan atau nasionalisme. National Character Building dalam hal ini bersifat sangat luas karena menunjukkan karakter bangsa yang menggambarkan bagaimana kehidupan warga bangsa yang berpijak pada kebudayaannya. National Character Building ini yang pada akhirnya dapat mengerucut pada bagaimana tiap individu, keluarga dan masyarakat menciptakan pendidikan karater di lingkungannya. Sebagaimana pepatah mengatakan bahasa menunjukkan bangsa dan karakter bangsa menunjukkan sikap dan perilaku warga sebagai individu. Hal yang utama dalam proses-proses enkulturasi dan pembudayaan karakter adalah melalui pendidikan. Oleh sebab itulah pendidikan dan kebudayaan merupaan dua sisi mata uang. Pembudayaan warga bangsa dalam karakter dapat dilakukan melalui sarana pendidikan, dan pendidikan yang akan dikembangkan menggambarkan tingkat sivilisasi atau peadaban dan kebudayaan suatu bangsa.
Dalam tata hidup dan pergaulan bermasyarakat, karakter sangat menentukan tingkat kederajatan dan peradaban masyarakat. Tidak dapat disangkal bahwa tiap orang hidup saling berinteraksi dengan orang lain. Dampak interaksi sosial ini adalah perlunya penyesuaian-penyesuaian diri dengan orang lain. Sebuah fakta budaya menunjukkan bahwa setiap orang, sekelompok orang adalah berbeda, namun tidak harus dibedakan. Hal inilah perlunya rasa empati pada orang lain yang merupakan dasar dari pembentukan karakter pribadi. Hal-hal yang menjadi penyebab atau beberapa faktor yang menjadikan setiap individu harus berbuat baik dan rasa nyaman bagi orang lain adalah adanya perbedaan. Perbedaan suku menyebabkan sukuisme, perbedaan agama menyebabkan eksklusivisme, perbedaan jenis kelamin menyebabkan ketimpangan gender, perbedaan kelompok menyebabkan terjadinya dikotomi saya dan kamu, serta hilangnya kata kita. Oleh sebab itulah dalam perspektif pendidikan multikulturalisme, character building ini akan melahirkan suatu nilai-nilai dasar perdamaian. Dalam nilai-nilai dasar perdamaian sebagai representasi character building harus ditekankan pada tiga aspek utama yaitu (a) berdamai dengan diri sendiri, yang meliputi kegiatan menerima diri dan menghindari prasangka-prasangka, (b) habatan menuju perdamaian yang meliputi masih adanya sukuisme, perbedaan agama, perbedaan jenis kelamin, perbedaan status ekonomi, dan perbedaan kelompok, serta (c) jalan menuju perdamaian yang dilakukan dengan memahami keragaman, memahami adanya konflik, menolak tindakan kekerasan, mengakui kesalahan, dan suka memberi maaf.
Persoalan pada masa sekarang adalah perubahan nilai yang sangat cepat dan terjadinya ekspektasi yang tidak terduga sebagai dampak kemajuan teknologi, informasi dan globalisasi. Oleh sebab itulah bagaimanakah mempersiapkan character building bagi anak didik dalam menghadapi pengaruh global. Globalisasi adalah proses menjadi global, bahwa dunia menjadi satu seragam. Memang, kemajuan informasi dan informasi serta kecanggihan transportasi menjadikan sekat-sekat politis, geografis menjadi sangat kabur. Dunia dijadikan dunia putih (white global), bahwa budaya kulit putih menjadi budaya dunia. Makanan, Gaya Hidup, dan Pakaian ( Food, Fun, Fashion) seluruh dunia menjadi sama. Tidak dapat dipungkiri, hal ini dimulai ketika adanya kolonialisme dan emperialisme. Selesainya Perang Dunia II tidak secara praktis mengahiri praktik kolonialisme dan emperialisme, melainkan dalam bentuk lain, misalnya penjajahan ekonomi, budaya, dan gaya hidup. Bentuk lain penjajahan sekarang bisa berupa sistem organisasi, sistem ekonomi, neo kolonialisme dan neo kapitalisme. Hal ini tentunya membawa pengaruh terhadap sistem nilai, sistem nilai, perilaku dan karakter bangsa-bangsa di dunia. Di Indonesia, pada tahun 30-an lahir sebuah novel yang berjudul “ Salah Asuhan”. Hanafi yang terlahir sebagai bangsa Indonesia dari Minangkabau, tetapi gaya hidupnya sebagai orang Belanda. Ia menolak adat dan berlagak sebagai orang Belanda. Ia lebih suka gadis Eropa yang bebas seperti Corry de Busse dibandingkan dengan Rafiah, gadis sekampung yang taat orang tua dan taat beribadah. Ia berada dalam identitas yang tidak jelas. Karakternya terbawa oleh karakter sebagaimana dipopulerkan oleh kolonial Belanda. Pada masa sekarang, ketika televisi, internet, dan aluran-saluran informasi global sangat canggih, sangat memungkinkan lunturnya identitas bangsa, karakter bangsa dan lebih manusia berada dalam sistem budaya yang abu-abu . Tidak ada kata lain selain pendidikanlah satu-satunya alat untuk memperkuat pendidikan karakter, baik pendidikan informal keluarga dan masyarakat, non formal seperti pesantren dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan maupun pendidikan formal yaitu sekolah. Pendidikan pada dasarnya upaya menjadikan keberadaban manusia. Pendidikan bukan sekedar sekolah (schooling), menjadikan pribadi terdidik (educated person), tetapi terbentuknya peradaban (civilized).
Saat ini, banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu menjadi semakin nyata ketika masuk ke ranah kehidupan dan dialami oleh setiap warganegara, yaitu memudarnya wawasan kebangsaan. Apa yang lebih menyedihkan lagi adalah bilamana kita kehilangan wawasan tentang makna hakikat budi pekerti dan kesantunan sebagai karakter pribadi dan karakter kebangsaan yang akan mendorong terjadinya dis-orientasi dan perpecahan. Bahkan pada masa sekarang ini, dampak krisis multi-dimensional ini telah memperlihatkan tanda-tanda awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence) dan rasa hormat diri (self-esteem) sebagai bangsa. Bagaimana kalau hal ini masuk ke wilayah pribadi/individu. Krisis kepercayaan sebagai bangsa dapat berupa keraguan terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar yang terus-menerus datang, seolah-olah tidak ada habis-habisnya menjadi cobaab bagi bangsa Indonesia. Di sinilah pendidikan sangat berperan dan pendidikan harus kembali kepada substansi utama yaitu membangun pribadi dengan karakter mulia sebagai individu, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Ciri globalisasi pada konsep sekarang adalah :
• Persaingan yang sangat ketat ( competitiveness)
• Perubahan yang sangat cepat
• Berderless Country dan peran multi nasional corporation yang meningkat.
• Peran jaringan tidak semuanya dikuasai.
• Perubahan iklim global
• Krisi energi dan pangan.

Berdasarkan ciri tersebut, konsekuensi yang enyertai globalisasi adalah :

• Manusia yang kompeten
• Penguasaan Bahasa Asing sangat penting
• Problem Solver dan motivator
• Melihat perubahan sebagai suatu keadaan yang akan memberikan nilai
• Decisive
• Tidak mudah menyerah
• Pembelajar
• Entrepreneur

Konsep Character Building

Apakah Karakter ? Secara bahasa karakter dapat pula dipahami sebagai sifat dasar, kepribadian, perilaku/tingkah laku, dan kebiasaan yang berpola. American College Dictionary mendefinisikan karakter sebagai,”Sekumpulan kualitas kualitas yang membedakan seorang dari yang lainnya”. American Dictionary of the English Language mendefinisikan karakter sebagai,”Kualitas-kualitas yang teguh dan khusus yang dibangun dalam kehidupan seorang yang menentukan responnya tanpa pengaruh kondisi-kondisi yang ada” Bisa juga karakter adalah Respons langsung seseorang terhadap suatu situasi secara sadar dan tidak dipengaruhi oleh stimulan dari luar (external) tetapi muncul dari dalam diri (internal)
Karakter adalah sifat yang melekat sebagai kata sifat, sedangkan karakterisasi mengarah kepada proses pemberian karater atau pembentukan karater. Secara umum dikenal adalah karakter positif atau protagonis atau karakter negatif/antagonis, Sudah tentu karakter tidak sesempit pengertiam istilah ini saja. Mengapa Perlu Pendidikan Karakter ? Pendidikan karakter perlu dikembangkan karena akan mendorong kebiasaan dan perilaku yang terpuju sejalan dengan nilai-nilai universal, tradisi budaya, kesepaatan sosial dan religiositas agama. Bisa juga karakter dapat menanamkan jiwa kepemimpinan yang bertanggung jawab sebagai penerus bangsa.Selain itu mampu memupuk ketegaran dan kepekaan mental anak terhadap situasi sekitarnya, sehingga tidak terjerumus ke dalam perilaku yang menyimpang, baik secara individu maupun sosial serta meningkatkan kemampuan menghindari sifat tercela yang dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Karakter Karakter mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi dan keterampilan. Gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, secara implisit dan eksplisit. Karakter dan Kepribadian merupakan dua serangkai eksistensi diri yang berkaitan dan saling merangkaikan. Gambaran universal karakter meliputi :
a. Taqwa kepada Tuhan
b. Tanggung jawab, disiplin, mandiri
Jujur
Hormat dan santun
Kasih sayang, peduli dan kerja sama
Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah
Keadilan dan kepemimpinan
Baik dan rendah hati
Toleransi, cinta damai, dan persatuan
Dapat dipercaya
Rasa hormat dan perhatian
Peduli
Jujur
Tanggung jawab
Kewarganegaraan/citizenship
Ketulusan
Berani
Tekun
integritas
Jujur
Tanggung jawab
Disiplin
Visioner
Adil
Peduli
Kerjasama

Perspektif pendidikan karakter adalah peranan pendidikan dalam membangun karakter anak. Pola pengasuhan pada pembentukan perilaku anak sejak usia dini adalah mendidik dan membangun kemandirian anak. Konsep kasih sayang dalam proses pembelajaran untuk pengembangan karakter anak Pendidikan Karakter diintegrasikan dengan Kognitif-Afektif- Psikomotor, Keteladanan-Pembiasaan-Pengkondisian lingkungan dan Kegiatan terprogram diversifikasi
Apa perbedaan Pendidikan Karakter dengan Pendidikan Budi Pekerti ? Pendi-dikan Karakter akan berhadapan dengan upaya penyiapan kekayaan batin anak yang berdimensi agama, sosial, budaya , yang mampu diwujudkan dalam bentuk budi pekerti, baik dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian. Pendidikan Budi Pekerti adalah usaha sadar menyiapkan anak menjadi manusia dan pribadi seutuhnya yang berkarakter luhur dalam segenap peranannya pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang melalui bimbingan, pembiasaan, pengajaran, latihan dan keteladanan. Hal-hal Normatif yang berkaitan dengan Pendidikan Karakter adalah komunikasi Orangtua-anak, sebagai kunci merangsang karakter anak dari rumah. Orangtua yang Mengerti , Memahami dan Menghargai Anak. Pengaruh “Label” dari orangtua untuk anak. Keluarga, Pendidikan Utama bagi Anak: sikap demokratis, penanaman pekerti, pendisiplinan
Pentingnya Komunikasi Kultural untuk Pendidikan Karakter perlu diperhatikan, karena di masa mendatang, anak-anak cerdas, berkepribadian mantap,mandiri, disiplin, memiliki etos kerja tinggi sangat diperlukan oleh tuntutan zaman abad -21. Kecerdasan anak merupakan faktor penting bagi dikuasainya keunggulan komparatif dan unggulan kompetitif anak Indonesia. Melalui kecerdasan (Intelektual, Emosional, Spiritual, Adversitas), bentuk-bentuk keunggulan global dapat dicapai oleh anak-anak Indonesia. Komunikasi interaktif secara kultural berhasil memberikan respon kepada lingkungan anak, baik di rumah, sekolah, dan lingkungan Proses komunikasi yang interaktif secara kultural akan menentukan keberhasilan proses sosialisasi anak. Proses sosialisasi menjadi penting karena dalam proses itu akan terjadi transfer sistem nilai yang positif kepada anak. Anak yang berkarakter (cerdas) perilakunya akan didorong oleh sistem nilai (values driven), dan bukan sekedar reaktif terhadap kondisi lingkungannya yang hanya bersifat sementara (condition driven). Sistem nilai yang positif secara kultural perlu ditanamkan kepada anak-anak melalui pola komunikasi interaktif di lingkup keluarga agar anak-anak tumbuh dan berkembang menjadi insan yang cerdik pandai di masa yang akan datang.
Untuk masa depan, para ahli telah menjabarkan setidaknya ada 20 karakter dasar yang sangat dibutuhkan oleh anak demi kesuksesannya di masa depan, di antaranya :

Empati
Peduli
Suka menolong
Hormat
Setia
Sopan
Bijak
Percaya diri
Berani
Semangat
Inspiratif
Humoris
Tanggung jawab
Adil
Sabar
Jujur
Disiplin
Kerjasama
Mandiri
Toleran





Karakter dapat dibentuk melalui :


Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter pada intinya proses menjadikan peserta didik menjadi individu yang mengalami pengayaan HEART. pengayaan HAND, pengayaan HEAD, dan pengayaan HEALTH (selimut akan seluruh pengayaan di atas). Dua model pendidikan karater meliputi STERILISASI, bahwa anak dijauhkan dari realitas. Dalam model ini selalu mengatakan “jangan” Hal ini menurut sebagian para ahli menjadi tidak efektif dan menjadikan anak munafik. Yang kedua adalah model IMUNISASI, bahwa anak didekatkan kepada realitas. Dalam model ini diberikan pemahaman adanya berbagai konsekuensi, dan menjadikan anak kokoh dalam berbagai situasi. Karakter dalam perspetif pendidikan mempunyai aspek Knowledge (Thinking), Attitude( Feeling) dan Skill ( Doing). Metode pembentukan karakter meliputi (1) Curiousity yaitu hal yang menimbulkan rasa ingin tahu anak, (2) Share mengajak anak berdiskusi, (3) Planning yaitu apa yang akan dilakukan, (4) Action , bahwa anak melakukan rencana yang disusun, dan (5) Reflection yaitu anak mengevaluasi apa yang telah ia lakukan.

Secara konsep teoritik, kiat mengajarkan karakter kepada anak adalah :
l Anak diajak melihat di sekitarnya dan ajak ia berpikir
l Menanyakan kepada anak jika ia berada dalam situasi sebagai pelaku sesuai dengan apa yang dilihatnya
l Memanfaatkan Golden Opportunity
l Mengajari anak keahlian yang menunjang karakter
l Meminta anak untuk melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan sesuai kemampuannya
l Membiasakan anak melakukan perbuatan atau pekerjaan tersebut secara konsisten
l Orang tua atau pendidik sekali-kali perlu terlibat dalam kegiatan anak
l Memberikan teladan yang baik setiap waktu
Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter merupakan reaksi atas pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme pedagogis Deweyan. Lebih dari itu, pedagogi puerocentris melalui spontanitas anak-anak (Edouard Claparède, Ovide Decroly, Maria Montessori) yang mewarnai Eropa dan Amerika Serikat awal abad ke-19 kian dianggap tak mencukupi lagi bagi formasi intelektual dan kultural seorang pribadi. Polemik anti-positivis dan anti-naturalis di Eropa awal abad ke-19 merupakan gerakan pembebasan dari determinisme natural menuju dimensi spiritual, bergerak dari formasi personal dengan pendekatan psiko-sosial menuju cita-cita humanisme yang lebih integral. Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme ala Comte. Tujuan pendidikan karater untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya Menurut Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur.
Menurut Foerster ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior, bahwa setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.
Ketiga, otonomi. Dalam hal ini seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain. Dan Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang untuk mempunyai keinginan terhadap apa yang dipandang baik. Aspek kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih. Keempat karakter ini, memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas.
Pada masa sekarang, kondisi yang “tidak menentu” atas perubahan social politik di Indonesia dan runtuhnya issu moral bangsa, maraknya tindak kekerasan, inkoherensi politisi atas retorika politik, dan perilaku keseharian, pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-religius menjadi relevan untuk diterapkan. Pendidikan karakter ala Foerster yang berkembang sejak awal abad ke-19 merupakan perjalanan panjang pemikiran umat manusia untuk mendudukkan kembali idealisme kemanusiaan yang lama hilang ditelan arus positivisme. Oleh sebab itu, pendidikan karakter tetap mengandaikan pedagogi yang kental dengan rigorisme ilmiah dan sarat muatan puerocentrisme yang menghargai aktivitas manusia. Tradisi pendidikan di Indonesia tampak belum matang untuk memeluk pendidikan karakter sebagai kinerja budaya dan religius dalam kehidupan bermasyarakat Perlu dirintis pendidikan karakter yang berbasis religius. Selain itu kebiasaan berpikir kritis melalui dasar logika yang kuat dalam setiap argumentasi juga belum menjadi kebiasaan . Guru hanya mengajarkan apa yang harus dihapalkan. Mereka membuat anak didik menjadi penghafal tanpa makna dan peniru yang dalam setiap ujian cuma mengulang apa yang dikatakan guru.

Pendidikan Karakter Etis-Religius
Dalam menghadapi kancah global, kiranya pendidikan karakter yang etis –religius perlu ditetapkan sebagai dasar filsafat pendidikan di Indonesia. Selanjutnya filsafat ini menjadi dasar titik tolak penyelenggaraan pendidikan mulai dari PAUD sampai perguruan tinggi. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak daripada pendidikan karakter. Daniel Goleman dalam Kecerdasan Emosional mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah.
Masalahnya adalah kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti mulai untuk diperbincangkan untuk diajarkan kembali. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk sekelompok anak pandai saja yang sekitar 10%, sedangan sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Belum lagi tradisi sekolah memberikan sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Demikian pula masyarakat mencap sekolah dalam kelompok sekolah favorit dan sekolah pinggiran. Ada stratifikasi dan feodalisme dalam pendidikan yang tidak mendidik karakter. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, karena sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya.
Pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang sangat penting untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMA, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Mahatma Gandhi sebagai Bapak India memperingatkan tentang kesalahan fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter). Kecerdasan plus karakter pada dasarnya adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya Tokoh dunia Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat). Di Indonesia masih dapat digali lagi pendidikan karakter dari dari kearifan ajaran agama baik Islam, Nasrani, Hindu, maupun Budha serta beberapa nilai lokal budaya nusantara. Religiusitas Indonesia adalah nilai ajaran agama dan kenyataan etika berdasar kebudayaan daerah.
Pendidikan karakter yang sesuai untuk kancah globalisasi di Indonesia adalah pendidikan karakter yang etis (normatif) baik sosial maupun budaya dan religius (berbasis adab dalam kebenaran agama). Di dalamnya terdapat keseimbangan antara otak, watak, perasaan, dan tindakan. Hasil studi tentang adanya peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter merupakan gambaran pentingnya keselarasan tersebut. Di negara sekuler pun, yang nota bene tidak mencantumkan pendidikan agama dalam kurikulum, pendidikan teknologi–informasi (IT) , pendidikan otak, pendidikan keterampilan, selalu dikaitkan dengan pembentukan jiwa dan nilai-nilai hidup bersama sebagai karakter yang dibangun (character building). Hasil studi atas negara maju yang pernah dikunjungi, kurikulum yang dikembangkan untuk maju sebagai individu unggul dalam IPTEK namun tetap santun dan berkarakter sebagai pribadi didasarkan atas kurikulum holistik sekolah yang meliputi model CID (Construct, Integrate, and Differentiate) dan CID Learning Cluster yang meliputi bahasa internasiona; , seni, bahasa lokal/nasional, humaniora, dan IPTEK yang terbingkai dalam ASK (Attitude, Skills, Knowledge). Attitude adalah developing habits of Mind, Skills adalah developing thinking skills, dan Knowledge adalah Constructing Knowledge.
Dalam bidang religius, pendidikan karakter terangkum dalam bingkai khalifah fil ardh yang mampu memberikan motivasi yang kuat agar bakat, fitrah, dan anugerak yang berupa inteletual dan karakter yang diaktualisasikan dalam lingkaran pengaruh yang lebih luas dan berkualitas sehingga pantas untuk mengembang kepemimpinan global. Sebagai khaliifah fil ardh: manusia harus menggali potensi karakter dan kepemimpinannya untuk memberikan pelayanan serta pengabdian yang diniatkan semata-mata karena amanah Allah dengan cara memainkan perannya sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin). Pada dasarnya karakter pemimpin adalah melayani sebagai kata akhlak ----khaliq (‘yang mencipta); khalqi (‘penciptaan’), Makh-luk--------(‘yang diciptakan’). Karater atau akhlaq dapat dijabarkan sebagai perbuatan yang sesuai dengan fitrah penciptaan dan mempunyai tugas untuk melayani Sang Pencipta (Khaliq) Bahkan Rasulullah SAW bersabda bahwa :” Setiap orang adalah pemimpin dan kelak akan dimintakan pertanggungjawabannya berkaitan dengan kepemimpinannya.
Beberapa sikap yang harus ditinjau dan diubah untuk menjadi baik dalam kancah global adalah mengubah “ aku kini yang….” Berubah ke : “aku akan menjadi…….” Sebagaimana tabel di bawah ini.
BE
BECOMING
Aku apa adanya
Aku manfaatkan apa yang ada
Pasif-statis
Aktif-dinamis
Aku menunggu bagaimana nasib
Aku bergerak mengubah nasib
Jangan ambil resiko
Hidup adalah kumpulan keputusan
Dunia ini sempit
Dunia ini sangatlah luas
Aku sudah puas dengan hidupku
Menjadikan hidupku lebih bermakna

Pada masa depan pendidikan karakter secara holistik etis-religius didasarkan atas landasan pilar sebagai berikut :
H.Toto Tasmara secara alfabetis mengurutkan karakter spiritual religi seperti berikut :
A : Attitude. Achievement.Adaptability. Attention. Appreeciation. Accountable.
B : Being. Becoming. Brain. Body. Beauty. Behaviour.
C : Credibility. Competent. Confident. Courage. Commitment. Creative. Change. Challenge. Consistence. Communication skill.
D : Dignity. Discipline.Dedication.
E : Emphaty. Enthusiasm. Example. Envision.Emergize.
F : to Forgive and to Forget
G : Goal. Grow. Great.
H : Honest. Hope.
I : Integrity. Initiative.Imagination.
J : Justice.
K : Knowledge
L : Leadership. Learning. Love.
M : Management
N : Norms
O : Optimis. Opportunity.
P : Principle. People.Power. Pray.
Q : Quality. Qalbu.
R : Responsibility. Risk Taker. Respect.
S : Service. Sincerity.
T : Thinking. Teamwork. Trust.
V : Vision. Value. Vilaity
W : Words. Works.
Penutup
Sebagai penutup akan dikutipkan sebuah pernyataan yang sangat indah berkaitan dengan pembentukan karakter melalui pendidikan. ...” Kebajikan akan memberikan kebahagiaan sampai usia tua; keyainan yang telah ditanam kuat akan memberikan kebahagiaan, kebijaksanaan yang telah diperoleh akan memberikan kebahagiaan, tidak berbuat jahat akan memberikan kebahagiaan....” Sebuah “proverb” yang universal tentang berbuat baik, etos kerja, dan semangat hidup untuk yang terbaik. Hal ini sudah tentu mengisyaratkan pendidikan seumur hidup (long life education) yang berbekal kebajikan dan tidak lain adalah karakter baik. Jika nilai merupakan motor penggerak sejarah, aktualisasi yang tampak akan merupakan sebuah pergulatan dinamis terus-menerus. Manusia, apa pun budaya yang berada di sekitarnya, tetap sebagai agen bagi perjalanan sejarahnya sendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter masih memiliki tempat bagi optimisme idealis pendidikan di Indonesia, terlebih karena bangsa Indonesia kaya tradisi religius dan budaya. Manusia yang memiliki religiusitas kuat akan semakin termotivasi untuk menjadi agen perubahan dalam masyarakat, bertanggung jawab atas penghargaan hidup orang lain dan mampu berbagi nilai-nilai kerohanian bersama yang mengatasi keterbatasan eksistensi natural manusia yang mudah tercabik oleh berbagai macam konflik yang tak jarang malah mengatasnamakan religiusitas itu sendiri.
DAFTAR BACAAN
Jaisyurrahman, Bendri .2008. Tujuh Hari Membentuk KARAKTER Positif Anak, Bisakah ?. Bekasi : La Tansa, Clinical Psychology and Management. Sumber Mengunduh Internet.

Kaswardi, EM.K. 1993. Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: Gramedia.
Koesoema, Donny. 2008 . Pendidikan Karakter. E:\Pendidikan Karakter.htm, dilakukan akses pada 17-5-2009.
Lincoln, Erik dan Irfan Amalee. 2008. Nilai dasar Perdamaian. Bandung: Mizan.
Nugroho, Heru, dkk. 2004. Globalisasi dan Tantangan Daya Saing Indonesia. Jakarta: LIPI.
Poedjawijatna. 1996. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta.
Tamara, Toto. 2006. Spiritual Centered Leadership Jakarta; Gema Insani

Williams, Russell T. dan Ratna Megawangi (Indonesia Heritage Foundation). 2009. Kecerdasan Plus Karakter . (Jefferson Center For Character Education-USA) E:\Intelligence Plus Character.htm. dilakukan akses pada 17-5-2009.



Tlassinurat, 17 Mei 2009. ABW

Selasa, 21 April 2009

Sekar pudak is my blog

Hai.........aku sudah berhasil buat blog baru. Tahu nggak sekar pudak itu apa. Sekar Pudak adalah bunga pandan yang sangat harum sampai radius ratusan meter, dapat hidup di mana saja, indah bunganya, harum baunya, dan termasuk bunga purba yang ...sedikit mistis.......tak taulah...kira-kira geto. Mekar dan berbau harum di sepanjang malam dan terutama di akhir malam. Bunganya putih, tersembunyi, dan penuh misteri.